- Home>
- Alquran hadis >
- kandungan Q.S al muthaffifin 1-17
MERAIH BERKAH DENGAN SIKAP JUJUR DALAM MUAMALAH
Pentingkah bersikap jujur?
Jujur berarti mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai dengan kenyataan dan kebenaran, tanpa ditambah atau dikurangi.
Mengapa memiliki sifat jujur sangat penting? karena jujur merupakan pondasi sebuah kepercayaan. Sekali kita melakukan kejujuran maka orang akan percaya pada kita, sebaliknya jika kita melakukan kecurangan sangat sulit bagi kita mendapat kepercayaan dari orang lain.
Perintah jujur di terangkan “Dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd Ra., ia berkata: “Rasûlullâh Saw.. bersabda, ‘Hendaklah kalian selalu jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan ke Surga.” (HR. Bukhari).
1. kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang[1561],
2.(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi,
3. dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.
4. tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan,
5. pada suatu hari yang besar,
6. (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?
[1561] Yang dimaksud dengan orang-orang yang curang di sini ialah orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang.
7. sekali-kali jangan curang, karena Sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam sijjin[1562].
8. tahukah kamu Apakah sijjin itu?
9. (ialah) kitab yang bertulis.
10. kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan,
11. (yaitu) orang-orang yang mendustakan hari pembalasan.
12. dan tidak ada yang mendustakan hari pembalasan itu melainkan Setiap orang yang melampaui batas lagi berdosa,
13. yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu"
[1562] Sijjin: nama kitab yang mencatat segala perbuatan orang-orang yang durhaka.
14. sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.
15. sekali-kali tidak[1563], Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka.
16. Kemudian, Sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka.
17. Kemudian, dikatakan (kepada mereka): "Inilah azab yang dahulu selalu Kami dustakan".
[1563] Maksudnya: sekali-kali tidak seperti apa yang mereka katakan bahwa mereka dekat pada sisi Allah.
Isi Kandungan Q.S. Al- Muthaffifin ayat 1-17
surat ini adalah ancaman bagi mereka yang suka menipu dan mengambil hak orang lain, serta ancaman bagi orang-orang kafir yang suka mengejek dan menghina orang-orang beriman.
Ayat 1-6: Allah memulai surat dengan ancaman bagi orang–orang yang curang dalam timbangan dengan kalimat “wail” artinya celakalah, isyarat bahwa mereka akan mendapatkan azab yang pedih, yaitu orang-orang yang jika menerima takaran mereka minta ditambah tetapi jika mereka menimbang atau menakar mereka mengurangi takaran. Merekalah orang-orang yang curang dalam jual beli, mereka tidak beriman dengan adanya hari kiamat, hari kebangkitan, hari yang sangat dahsyat, hari pertanggungjawaban atas apa yang diperbuat. Mengurangi takaran atau timbangan meskipun sedikit tetapi diulang-ulang merupakan perbuatan yang sangat dimurkai Allah, karena merupakan perbuatan korupsi atau mengambil hak orang lain yang dicurangi.
Ayat 7-17: Allah menjelaskan bahwa catatan perbuatan orang-orang durhaka terdapat dalam daftar keburukan dan di simpan dalam buku khusus bernama “sijjin” (kumpulan buku-buku para syetan dan orang-orang kafir). Mereka itulah yang mendustakan para rasul dan risalahnya.
Sifat-sifat Pendusta ada tiga:
a). Mu’tad (melampaui batas dan melanggar hukum-hukum Allah).
b). Atsim (bergelimang dosa dengan mengonsumsi barang haram, berbicara bohong, mengkhianati amanah, dan lain sebagainya.
c). Jika dibacakan al-Qur’an, mereka mengatakan bahwa itu hanya dongeng orang-orang terdahulu, bukan wahyu Allah SWT.
Selanjutnya Allah menjelaskan mengapa mereka mengejek al-Qur’an, antara lain karena banyaknya dosa yang menutup hati mereka sehingga mereka tidak mau menerima kebenaran dan kebaikan. Oleh sebab itu mereka jauh dari rahmat Allah sehingga kelak dilemparkan ke dalam api neraka yang paling bawah, dan dikatakan kepada mereka, “inilah azab yang dahulu selalu kamu dustakan“.
Q.S. Al- An'am ayat 152
Terjemah:
152. dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu)[519], dan penuhilah janji Allah[520]. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.
519] Maksudnya mengatakan yang sebenarnya meskipun merugikan Kerabat sendiri.
[520] Maksudnya penuhilah segala perintah-perintah-Nya.
RELATED:
Silabus: QH kelas 7 tahun pelajaran 2020 /2021
Silabus: Kelas 9 MTs Sesuai KMA 183 TP 2020 / 2021
Silabus: Al Qur'an Hadits kelas 8 genap TP 2020/ 2021
Isi Kandungan Q.S. Al- An’am ayat 152
Ayat diatas diawali dengan larangan mendekati harta anak yatim, seperti mengambil hartanya dengan alasan yang dibuat-buat, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat dan lebih menguntungkan, seperti menginvestasikannya agar berkembang, atau menjaga agar keutuhannya terjamin, termasuk juga membayar zakatnya jika telah mencapai satu nisab, sampai dia mencapai usia dewasa; mampu mengelola hartanya.
Ayat ini memerintahkan kepada kita untuk menyempurnakan takaran dan timbangan secara adil. Tidak boleh merekayasa untuk mengurangi takaran atau timbangan dalam bentuk apa pun. Namun demikian, karena untuk tepat 100 % dalam menimbang adalah sesuatu yang sulit, maka dibuat kesepakatan antara penjual dan pembeli, berupa kerelaan keduanya. Penjual tidak diharuskan untuk menambahkan barang yang dijual, melebihi dari kewajibannya, pembeli juga merelakan jika ada sedikit kekurangan dalam timbangan karena tidak sengaja.
Ayat ini menunjukkan bahwa agama Islam tidak ingin memberatkan pemeluknya. Penjelasan berikutnya adalah perintah untuk berbicara dengan jujur, seperti pada saat bersaksi atau memutuskan hukum terhadap seseorang. Sebab, kejujuran dan keadilan adalah inti persoalan hukum. Kejujuran dan keadilan harus tetap dapat ditegakkan sekalipun yang akan menerima akibat dari hukuman tersebut adalah kerabatnya sendiri. Semua itu bertujuan agar masyarakat bisa hidup damai, tenang, dan tenteram.
Ayat ini diakhiri dengan perintah untuk memenuhi janji kepada Allah, yaitu mematuhi ketentuan yang digariskan oleh-Nya, baik dalam ibadah, muamalah, maupun lainnya. Memenuhi janji ini akan mendatangkan kebaikan bagi manusia, yaitu agar kita melakukan apa yang diperintahkan dan menghindari segala larangan, serta saling mengingatkan.