Archive for October 2022

  • kerajaan islam di Maluku

    0

     Islamisasi di kepulauan Maluku dimulai pada awal abad 14 Masehi. Dalam buku Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia (2012) karya Daliman, proses penyebaran agama Islam di Maluku tidak bisa terlepas dari peran ulama dan mubalig Jawa.


    Sunan Giri pada tahun 1486 memperkenalkan Islam kepada Raja Ternate bernama Zainal Abidin. Raja tersebut mendapatkan ajaran Islam dari pesantren Sunan Giri. 


    Pesatnya perkembangan Islam di Maluku membuat kerajaan-kerajaan di Maluku turut memeluk Islam. Maluku memiliki empat kerajaan besar Islam yaitu Jailolo, Ternate, Tidore dan Bacan.


    Kerajaan Jailolo

    Kerajaan Jailolo merupakan kerajaan tertua di Maluku. Kerajaan ini terletak di pesisir utara pulau Seram dan sebagian Halmahera. Kerajaan Jailolo berdiri sejak 1321 dan mulai memeluk Islam setelah kedatangan mubaligh dari Malaka.


    Kerajaan Ternate

    Kerajaan Ternate berdiri pada sekitar abad 13 Masehi. Kerajaan ini terletak di Maluku Utara dan memiliki ibukota di Sampalu.


    Islamisasi di kerajaan Ternate dilakukan oleh ulama-ulama dari Jawa, Melayu dan Arab. Kerajaan Ternate resmi memeluk Islam setelah raja Zainal Abidin belajar Islam oleh Sunan Giri pada tahun 1486 Masehi.


    Corak ekonomi kerajaan Ternate adalah perdagangan rempah-rempah. Kerajaan ini merupakan produsen utama rempah-rempah dengan kualitas terbaik.


    Kerajaan Ternate sering disinggahi oleh pedagang rempah-rempah dari Jawa, Cina dan Timur Tengah. Kerajaan Ternate juga mengembangkan kota pelabuhan sebagai pusat aktivitas dagang rempah-rempah


    Kerajaan Tidore

    Kerajaan Tidore terletak di sebagian pulau Halmahera dan sebagian pulau Seram. Kerajaan Tidore mulai memeluk Islam pada sekitar akhir abad 15 Masehi.


    Sultan Tidore yang pertama kali masuk Islam adalah Cirali Lijitu yang bergelar Sultan Jamaludin. Sultan Jamludin masuk Islam berkat jasa dari seorang mubaligh bernama Syekh Mansyur

  • Kerajaan Islam Pertama di Indonesia

    0

     Kerajaan Islam Pertama di Indonesia

    Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berlokasi di Aceh


    Beberapa kerajaan Islam tertua di tanah air yang menjadi bukti jejak peninggalan Islam dan masih bisa disaksikan hingga hari ini di antaranya ialah Kerajaan Perlak (840-1292), Kerajaan Ternate (1257), Kerajaan Samudera Pasai (1267-1521), Kerajaan Gowa (1300-1945), Kesultanan Malaka (1405-1511), Kerajaan Islam Cirebon (1430-1677), Kerajaan Demak 1478-1554), Kerajaan Islam Banten (1526-1813), Kerajaan Pajang (1568-1586), dan Kerajaan Mataram Islam (1588-1680).


    Sebagai kerajaan Islam pertama, Kesutanan Samudra Pasai seringkali dikagumi oleh berbagai orang. Salah satunya adalah penjelajah dunia asal Italia Marco Polo yang dapat kamu baca pada buku Mneyusuri Kota Jejak Kejayaan Islam.

  • Kerajaan Islam di Indonesia (Nusantara) dan Sejarahnya

    0

     Kerajaan Islam di Indonesia (Nusantara) dan Sejarahnya

     Menurut berbagai sumber sejarah, agama Islam masuk pertama kalinya ke nusantara sekitar abad ke 6 Masehi. Saat kerajaan-kerajaan Islam masuk ke tanah air pada abad ke 13, berbagai kerajaan Hindu Budha juga telah mengakhiri masa kejayaannya.


    Kerajaan Islam di Indonesia yang berkembang saat itu turut menjadi bagian terbentuknya berbagai kebudayaan di Indonesia. Kemudian, salah satu faktor yang menjadikan kerajaan-kerajaan Islam makin berjaya beberapa abad yang lalu ialah karena dipengaruhi oleh adanya jalur perdagangan yang berasal dari Timur Tengah, India, dan negara lainnya.

    Semakin berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sekitar abad ke 13 juga didukung oleh faktor lalu lintas perdagangan laut nusantara saat itu. Banyak pedagang-pedagang Islam dari berbagai penjuru dunia seperti dari Arab, Persia, India hingga Tiongkok masuk ke nusantara.


    Para pedagang-pedagang Islam ini pun akhirnya berbaur dengan masyarakat Indonesia. Semakin tersebarnya agama Islam di tanah air melalui perdagangan ini pun turut membawa banyak perubahan dari sisi budaya hingga sisi pemerintahan nusantara saat itu.


    Munculnya berbagai kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang tersebar di nusantara menjadi pertanda awal terjadinya perubahan sistem pemerintahan dan budaya di Indonesia. Keterlibatan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia juga turut berperan dalam tersebarnya agama Islam hingga ke seluruh penjuru tanah air.


    Dalam memahami sejarah dari kerajaan Islam yang ada di Nusantara, kamu dapat membaca buku Mengenal Kerajaan Islam Nusantara yang ada di bawah ini, karena berisi pengenalan tentang berbagai kerajaan Islam di Nusantara pada zamannya.

  • sejarah kerajaan Islam di pulau Sumatra

    0

     kerajaan Islam di pulau Sumatra 

    – Masuknya kerajaan-kerajaan Islam di tanah diperkirakan telah berlangsung sekitar abad ke 13 hingga abad ke 16. Maraknya perdagangan antara pedagang muslim dari berbagai daerah seperti Arab, Maroko, Persia, Tiongkok dan lain-lain menjadikan masyarakat Indonesia saat itu mudah berbaur dengan para pedagang muslim.


    Kegiatan perdagangan ini makin membuat agama Islam tersebar dengan pesat hingga ke berbagai daerah seperti Jawa, Maluku, Sulawesi hingga Sumatra. Kehadiran agama Islam di nusantara juga mulai menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat kala itu. Aturan-aturan hidup yang berlandaskan nilai-nilai Islam mulai diimplementasikan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat.


    Proses masuknya Islam di Nusantara sebenarnya tidak tersiar secara bersamaan. Tiap daerah memiliki periode yang berbeda-beda saat Islam masuk di wilayahnya. Menurut para sejarawan Islam, Sumatera merupakan tempat yang menjadi awal mula masuknya Islam di nusantara.


    Kemudian, masuknya agama Islam ke tanah air pada sekitar abad ke 6 tidak lepas dari pengaruh Syekh Kadir Jailani yang menyiarkan Islam saat itu. Pada periode pertama menyebarkan syiar agama Islam, beliau telah membawa banyak perubahan dan perkembangan di masyarakat nusantara.


    Aspek budaya, sosial pemerintahan dan politik juga tersentuh dengan nilai-nilai Islam yang diajarkan. Secara umum, perubahan besar itu terlihat jelas dari berdirinya berbagai kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam di nusantara termasuk di wilayah Sumatera.

  • Hubungan Proklamasi dengan Pembukaan UUD 1945

    0




    Hubungan Proklamasi dengan Pembukaan UUD 1945


    Tugu Proklamasi, salah satu tempat bersejarah di Jakarta Pusat yang bisa dikunjungi.

    Tugu Proklamasi, salah satu tempat bersejarah di Jakarta Pusat yang bisa dikunjungi.


    Editor: Monica Ayu Caesar Isabela

    KOMPAS.com - Proklamasi kemerdekaan merupakan sebuah pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia dan pembukaan Undang-undang Dasar atau UUD 1945 merupakan deklarasi kemerdekaan tersebut.


    Keduanya merupakan pernyataan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia sendiri dan kepada dunia luar.


    Oleh karena itu, proklamasi kemerdekaan dengan pembukaan UUd 1945 memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan.


    Hubungan Proklamasi dengan Pembukaan UUD 1945

    Proklamasi kemerdekaan sendiri mengandung dua hal, yaitu:


    Pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia yang termaktub dalam kalimat pertama yaitu "Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia".

    Tindakan-tindakan yang harus segera dikerjakan sehubungan dengan pernyataan kemerdekaan. Disebutkan dalam kalimat kedua naskah proklamasi yaitu "Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang seingkat-singkatnya". 

    Hubungan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dengan pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah proklamasi 17 Agustus 1945 melahirkan kemerdekaan yang disusun dan diisi oleh pembukaan UUD 1945.


    Hubungan yang erat antara proklamasi kemerdekaan dengan pembukaan UUD 1945 dibuktikan melalui:


    Disebutkannya kembali pernyataan proklamasi kemerdekaan dalam alinea ketiga yang berbunyi, "maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya".

    Pembukaan menunjukkan bahwa antara proklamasi dengan pembukaan UUD 1945 merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

    Penetapan pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 bersama dengan penetapan UUD, presiden, dan wakil presiden merupakan realisasi tindak lanjut dari proklamasi.

    Sifat Kesatuan antara Proklamasi dan UUD 1945

    Hubungan antara proklamasi kemerdekaan dengan pembukaan UUD 1945 memiliki sifat kesatuan.


    Sifat kesatuan antara keduanya adalah memberikan penjelasan terhadap dilaksanakannya proklamasi pada 17 Agustus 1945.


    Penjelasan tersebut yaitu menegakkan hak kodrat dan hak moral dari setiap bangsa akan kemerdekaan. Penjelasan tercantum dalam alinea pertama dan kedua pembukaan UUD 1945.


    Sifat kesatuan yang kedua adalah memberikan penegasan terhadap pelaksanaan proklamasi 17 Agustus 1945.

  • hubungan secara formal dan material

    0

    dengan UUD 1945 ditinjau dalam sudut pandang konstitusional atau peraturan yang berlaku, antara lain sebagai berikut:


    - Pancasila adalah kaidah dasar bagi negara.


    Oleh karena pancasila dimuat pada pembukaan UUD 1945 maka UUD pun menjadi kaidah dasar negara.


    - Pancasila merupakan inti pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjadikan UUD sebagai sumber hukum tertinggi serta menjadikan Pancasila sebagai landasan tata tertib hukum bangsa Indonesia.


    b. Hubungan Material


    Hubungan material antara Pancasila dan UUD 1945 adalah semua bagian-bagian (material) dari UUD 1945 harus selaras dan tidak bertentangan dengan Pancasila.




    Hubungan material antara Pancasila dan UUD 1945 adalah semua bagian-bagian (material) dari UUD 1945 harus selaras dan tidak bertentangan dengan Pancasila.


    Hubungan material ini meliputi Pancasila sebagai landasan atau sumber hukum yang tertuang secara lengkap di aturan Undang-Undang Dasar 1945.


    4 Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945 yang Berkaitan dengan Pancasila


    1. Ketuhanan Yang Maha Esa (penjabaran sila ke-1 Pancasila) serta Kemanusiaan yang adil dan beradab (penjabaran sila ke-2 Pancasila)


    Pemerintah dan penyelenggara negara lain wajib memiliki budi pekerti kemanusiaan yang luhur, termasuk bertakwa kepada Tuhan YME dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

  • hubungan antara pokok pikiran pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila

    0

     Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. UUD 1945 merupakan dasar konstitusi negara Indonesia.

     

    Pancasila mengandung nilai-nilai yang hendaknya dapat diterapkan masyarakat. Sedangkan UUD 1945 memuat dasar hukum yang bentuknya tertulis.

     

    Menurut Winarno dalam buku Paradigma Baru Pendidikan Pancasila (2016) karya Winarno, Pancasila merupakan dasar negara Indonesia, kedudukan pancasila sebagai dasar negara bersifat kuat tetap dan tidak dapat diubah karena terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea ke empat. Walaupun tidak disebutkan secara eksplisit

     

    Mengutip dari buku Pendidikan Pancasila (2019) karya Irawaty, Pembukaan UUD 1945 adalah pokok kaidah yang dijadikan landasan serta peraturan hukum tertinggi bagi bentuk hukum lainnya, termasuk hukum dasar tertulis dan hukum dasar tidak tertulis.

     

    Antara Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945, khususnya bagian pembukaan, sebagai dasar hukum, keduanya memiliki hubungan yang saling berkaitan atau tidak dapat dipisahkan. Dapat digambarkan jika Pancasila adalah rohnya, sedangkan UUD 1945 adalah raganya.

     

    Pancasila merupakan unsur pokok dalam Pembukaan UUD 1945. Unsur pokok ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD 1945, sebagai norma hukum dasar dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.

     

    Melansir dari buku Pendidikan Pancasila: Pendekatan Berbasis Nilai-Nilai (2020) karya Ardhamon Prakoso, Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 berarti Pancasila memiliki kedudukan yang kuat dan posisinya tidak dapat tergantikan.

     

    Pancasila merupakan dasar filsafat negara yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945. Artinya setiap hal dalam konteks penyelenggaraan negara harus sesuai dengan nilai Pancasila, termasuk peraturan, perundang-undangan, pemerintahan, sistem demokrasi, dan lainnya.

     

    Maka dapat disimpulkan jika hubungan antara Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945 merupakan hubungan yang sifatnya formal.

     

    Artinya Pancasila dijadikan dasar dalam penyelenggaraan negara, serta sebagai norma positif. Pancasila memiliki kedudukan yang kuat dan tidak dapat diubah. Sedangkan Pembukaan UUD 1945 berkedudukan sebagai tertib hukum tertinggi.

     

    Selain itu, Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 juga memiliki hubungan material. Artinya UUD 1945 merupakan kaidah hukum negara Indonesia, yang mana seluruh unsur dan pokok kaidahnya bersumber dari Pancasila. Maka dapat dikatakan jika Pancasila juga merupakan tertib hukum Indonesia. 

  • hubungan antara pokok pikiran pembukaan UUD 1945 dengan batang tubuh UUD 1945

    0

     Hubungan Kausal Organis Pembukaan dengan Batang Tubuh UUD 1945

    Pembukaan UUD 1945 meliputi suasana kebatinan yang diwujudkan dalam pasal-pasal dalam UUD. Dengan kata lain, suasana kebatinan UUD 1945 dijiwai dan bersumber dari dasar filsafat negara yaitu Pancasila.


    Hubungan langsung antara pembukaan UUD 1945 dengan batang tubuhnya bersifat kausal organis karena isi dalam pembukaan dijabarkan ke dalam pasal-pasal UUD 1945.


    Sehingga, pembukaan UUD 1945 yang memuat dasar filsafat negara dan UUD merupakan satu kesatuan. Meskipun dapat dipisahkan, tetapi tetap merupakan rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu.


    Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran persatuan Indonesia, keadilan sosial, kedaulatan rakyat, berdasarkan atas permusyawaratan, perwakilan, dan ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.


    Intisari dalam pembukaan UUD 1945 merupakan penjelmaan dari dasar negara Pancasila. Pancasila itu sendiri memancarkan nilai-nilai luhur yang telah mampu memberikan semangat kepada UUD 1945.


    Dengan kata lain, UUD 1945 sebagai konstitusi negara merupakan uraian rinci dan rangkaian makna dari nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang bersumber dan dijiwai oleh Pancasila.


    Baca juga: Perubahan dalam Amandemen Keempat UUD 1945


    Rangakaian makna yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 adalah:


    Alinea I, II, dan III: Rangkaian peristiwa yang mendahului terbentuknya negara. Rumusan dasar pemikiran yang mendorong kemerdekaan kebangsaan Indonesia hingga terbentuknya negara Indonesia.

    Alinea IV: Ekspresi dari peristiwa dan keadaan setelah negara Indonesia terbentuk.

    Dilihat dari rangkaian makna dan peristiwa dalam keempat alinea pembukaan UUD 1945 tersebut, dapat ditentukan sifat hubungan antara masing-masing alinea pembukaan dengan batang tubuh UUD 1945, yaitu:


    Alinea I, II, dan III tidak memiliki hubungan kausal organis dengan batang tubuh UUD 1945.

    Alinea IV memiliki hubungan yang bersifat kausal organis dengan batang tubuh UUD 1945.

    Hubungan kausal organis alinea IV dengan batang tubuh UUD 1945 mencakup beberapa segi, yaitu:


    Undang-Undang Dasar akan ditentukan.

    Yang diatur dalam UUD adalah pembentukan pemerintahan negara yang memenuhi syarat dan meliputi segala aspek penyelenggaraan negara.

    Negara Indonesia berbentuk Republik yang berkedaulatan rakyat.

    Ditetapkannya dasar kerohanian negara (dasar filsafat negara Pancasila).

    Oleh karena itu, dalam hubungannya dengan batang tubuh UUD 1945, pembukaan UUD 1945 alinea IV ditempatkan pada kedudukan yang sangat penting

  • hakikat pokok pikiran pembukaan UUD tahun 1945

    0

     Pokok Pikiran Persatuan


    Pokok pikiran ini berbunyi bahwa “ Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan”. Pokok pikiran tersebut jelas menyatakan bahwa negara siap melindungi bangsanya serta seluruh wilayah Indonesia dari paham-paham individualistic ataupun golongan.



    4 Pokok Pikiran Dalam Pembukaan UUD 1945, Apa Saja?


    pokok pikiran pembukaan uud 1945 1-4 alinea 1 2 3 4 kedua ketiga keempat pertama arti penting brainly sikap positif

    Pernahkah kalian membaca teks pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 dalam upacara di sekolah? Hal ini bertujuan untuk memperkenalkan pokok pikiran pembukaan UUD 1945 (alinea 1-4) sebagai salah satu bagian fundamental bagi Indonesia kepada generasi penerus bangsa. Ya, seperti kita tahu, pembukaan UUD negara RI 1945 mempunyai isi yang terdiri dari 4 alinea, dimana setiap alinea pada pembukaan UUD 1945 mempunyai makna dan isi yang berbeda. Disamping itu, setiap alinea mempunyai makna khusus tersendiri jika ditelusuri lebih lanjut. Dan jika sebuah teks memiliki makna khusus, pastilah teks tersebut juga memiliki pokok pikiran.


    Pokok pikiran pembukaan UUD 1945 merupakan gambaran suasana batin dari undang-undang itu sendiri, setiap pokok pikiran tersebut mewujudkan cita-cita hukum yang menguasai dasar hukum negara baik yang tertulis maupun tidak tertulis.


    Pada dasarnya, hakikat pokok pikiran pembukaan UUD 1945 dibagi menjadi 4 ( alinea 1-4 ) yaitu, pokok pikiran persatuan, pokok pikiran keadilan sosial, pokok pikiran kedaulatan rakyat, dan pokok pikiran Ketuhanan.


    Pokok Pikiran Persatuan


    Pokok pikiran ini berbunyi bahwa “ Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan”. Pokok pikiran tersebut jelas menyatakan bahwa negara siap melindungi bangsanya serta seluruh wilayah Indonesia dari paham-paham individualistic ataupun golongan.


    (Baca juga: Makna dan Arti Penting Pancasila Sebagai Dasar Negara)



    latihan soal dari Kelas Pintar


    Pokok Pikiran Keadilan Sosial


    Pokok pikiran yang kedua berbunyi “Negara ingin mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Hal ini merupakan pancaran sila kelima Pancasila yang dimaksudkan supaya masyarakat memiliki pengertian dan kesadaran akan hak-hak dan kewajiban yang dimiliki oleh setiap individu. Pokok pikiran pembukaan UUD 1945 ini dibuat dengan berpedoman kepada pasal 27 – 34 UUD 1945.


    Pokok Pikiran Kedaulatan Rakyat


    Pokok pikiran ketiga, merupakan pancaran dari sila keempat Pancasila yang terfokus pada kedaulatan rakyat. Sebagai negara yang menerapkan system demokrasi dan musyawarah mufakat, maka diharapkan kedaulatan rakyat dan permusyawaratan/ perwakilan dapat berjalan di Indonesia dengan lancar sesuai dengan kaidah kedaulatan rakyat yaitu kedaulatan dipegang oleh rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang. Pokok pikiran ini di ciptakan atas dasar pada pasal 1 ayat 2-3 dan pasal 27 UUD 1945.


    Pokok Pikiran Ketuhanan


    Pokok pikiran yang keempat, merupakan pancaran dari sila pertama sekaligus kedua dari Pancasila. Pokok pikiran ini berbunyi bahwa “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”. Secara tersirat pokok pikiran ini menegaskan kepada pemerintah dan perangkat hukum lainnya untuk tetap menerapkan budi pekerti kemanusiaan yang baik dan ketaqwaan terhadap Tuhan.


    Diharapkan, harkat dan martabat manusia juga dapat dijunjung tinggi dalam keadaan apapun dan kapanpun. Pokok pikiran pembukaan UUD 1945 yang keempat ini dibuat dengan berpedoman pada pasal 34 – 37 UUD 1945.

  • perwujudan nilai nilai Pancasila dalam bidang sosial budaya

    0

     7 Contoh Perwujudan Nilai-nilai Pancasila dalam Bidang Sosial Budaya

    Masyarakat akan terus berkembang dan mengalami perubahan sosial budaya terutama demi kepentingan kemajuan bersama. Namun, perubahan tetap harus berlandaskan nilai Pancasila. Berikut ini contoh perwujudan nilai-nilai Pancasila dalam bidang sosial budaya, yaitu:



    1. Gotong royong

    Ciri khas bangsa Indonesia salah satunya yaitu selalu menerapkan sikap gotong royong untuk menumbuhkan kerukunan, kekeluargaan, dan sikap tolong menolong dalam kehidupan masyarakat. Hal ini diyakini nantinya akan mendorong pada persatuan Indonesia yang semakin menguat.



    2. Pengambilan keputusan secara musyawarah

    Musyawarah merupakan kegiatan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan secara bersama. Praktik musyawarah sering kita lakukan ketika pemilu yang diselenggarakan pemerintah dengan berlandaskan sifat luber jurdil atau langsung, umum, bebas, rahasia dan jujur, adil.



    3. Toleransi antar suku, ras, dan agama

    Indonesia merupakan negara kepulauan yang mana menimbulkan keberagaman suku, ras, hingga agama. Untuk mencegah konflik antar perbedaan tersebut, nilai pancasila yang harus diterapkan yaitu sikap toleransi. Masyarakat diimbau untuk saling memberi kebebasan dan tidak memandang sebelah mata suku maupun agama lain.



    4. Menciptakan lingkungan rukun, adil, dan harmonis

    Dalam bermasyarakat sikap rukun, adil dan menciptakan keharmonisan sangat dibutuhkan agar tercipta lingkungan yang nyaman dan tenteram. Keluarga merupakan lingkup terkecil masyarakat yang menjadi agen sosialisasi bagi individu dalam berinteraksi dengan dunia luar. Maka praktik sikap tersebut harus dimulai dari keluarga agar tujuan tercapai.



    5. Pelestarian budaya lokal

    Keberagaman budaya Indonesia memiliki nilai dan harga yang tak ternilai. Setiap kebudayaan perlu dilestarikan dengan mengimplementasikan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Contohnya dengan mempelajari dan menggunakan bahasa daerah masing-masing, melakukan adat tradisi, dan lainnya.



    6. Menghargai pendapat dan pandangan orang lain

    Biasanya nilai ini digunakan ketika sedang bermusyawarah dimana setiap orang saling memiliki perbedaan pendapat dan pandangan. Berbeda pendapat bukan hal yang buruk, setiap orang berhak mengeluarkan pendapat. Sikap menghargai ini penting agar musyawarah berjalan kondusif dan menghasilkan keputusan yang adil dan bermanfaat bagi seluruh anggota.



    7. Menjunjung Tinggi Hak Asasi Manusia

    Sebagai negara yang menjunjung tinggi HAM, masyarakat perlu memahami sikap adil dan jauh dari tindakan kekerasan dan diskriminasi. Setiap orang memiliki hak dan kewajiban untuk menerapkan sikap ini agar tercipta lingkungan yang aman.


    Selain itu, tak dapat dimungkiri nilai-nilai sosial dari luar dapat masuk ke tengah masyarakat. Contohnya seperti semangat bekerja keras, kedisiplinan, sikap ilmiah, merupakan beberapa nilai sosial dari luar yang dapat diterima sesuai nilai-nilai Pancasila.

  • perwujudan nilai nilai Pancasila dalam bidang ekonomi

    0

     Pengamalan dan Perwujudan Nilai-nilai Pancasila di Bidang Ekonomi

    Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa sekaligus sebagai dasar negara Republik indonesia. Maka, warga negara Indonesia sudah selayaknya selalu mengamalkan dan melaksanakan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila dalam berbagai lini kehidupan, termasuk bidang ekonomi.


    Perwujudan atau pengamalan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila dapat dilaksanakan di seluruh sendi kehidupan, dari lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, hingga berbangsa dan bernegara


    Pancasila sendiri dirumuskan dari nilai-nilai bangsa Indonesia yang luhur. Pengamalan butir-butir Pancasila yang mengandung nilai-nilai kebaikan itu hendaknya juga diterapkan di semua sektor kehidupan, dari bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya


    -Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Sila-Sila Pancasila Berikut ini adalah nilai-nilai dari sila-sila yang terkandung dalam Pancasila, seperti dikutip dari modul Pancasila Rumah Kita Kelas V (2018)


    -Nilai-nilai yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa


    -Nilai-nilai yang terkandung dalam sila sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah bangsa Indonesia sadar bahwa manusia memiliki martabat dan derajat yang sama sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa


    -Nilai-nilai yang terkandung dalam sila persatuan Indonesia adalah usaha ke arah bersatu untuk membina nasionalisme dalam negara Indonesia


    -Nilai-nilai yang terkandung dalam sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan adalah dalam sistem pemerintahan di Indonesia kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat


    -Nilai-nilai yang terkandung dalam sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah bangsa Indonesia menyadari bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia


    Perwujudan Nilai-nilai Pancasila dalam Bidang Ekonomi Mengutip modul PPKN Kelas IX (2018), sistem perekonomian yang dikembangkan di Indonesia adalah sistem ekonomi yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila


    Landasan operasional sistem ekonomi yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila ditegaskan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33, yang menyatakan beberapa hal berikut


    a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaa

    b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negara

    c. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat

    d. Perekonomian nasional, diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional


    Berbagai wujud sistem ekonomi, baik yang sudah ada dalam masyarakat Indonesia maupun sebagai bentuk pengaruh asing, dapat dikembangkan selama sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dalam masyarakat saat ini, sudah dikenal adanya bank, supermarket, mall, bursa saham, perusahaan, dan lain sebagainya. Semua lembaga perekonomian tersebut, dapat kita terima selama sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.


  • perwujudan nilai nilai Pancasila dalam bidang politik dan hukum

    0

     Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila di Bidang Politik & Hukum

    1. Pengembangan Lembaga-Lembaga Negara

    Perwujudan nilai Pancasila dalam pengembangan lembaga-lembaga negara disesuaikan dengan zaman, dikutip dari Buku Siswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan oleh Sri Nurhayati, S.Pd., M.Pd. dan Iwan Muharji, S.Pd., M.Pd.


    Contoh, sebelum era reformasi, MPR adalah lembaga tertinggi negara yang membawahi lembaga tinggi negara seperti DPR, MA, MK, BPK, dan DPA.


    Setelah reformasi, tidak lagi ada lembaga tertinggi negara dan MPR menjadi setara dengan lembaga tinggi negara lainnya. Dengan persamaan kedudukan ini, semua lembaga tinggi negara diharapkan dapat saling mengawasi dan mengoreksi.


    Home

    Sekolah

    Perguruan Tinggi

    Beasiswa

    Edutainment

    Seleksi Masuk PT

    Detikpedia

    Foto

    Video

    Infografis

    Indeks

    detikEdu

    DetikPedia

    4 Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila di Bidang Politik dan Hukum

    Trisna Wulandari - detikEdu

    Selasa, 16 Agu 2022 07:00 WIB

    BAGIKAN  

    Komentar

    Siapa Pencipta Lagu Garuda Pancasila? Ini Profilnya

    Perwujudan nilai-nilai Pancasila di bidang politik dan hukum. Foto: Rumah Digital Indonesia

    Jakarta - Pancasila menjadi pedoman dalam aspek-aspek kehidupan bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila dapat diwujudkan dalam setiap bidang kehidupan karena bersifat universal dan dapat mengikuti perkembangan zaman.

    Contoh perwujudan nilai-nilai Pancasila yakni tampak di bidang politik dan hukum, yaitu dalam pengembangan lembaga negara, perlindungan hak asasi manusia, hingga berjalannya demokrasi dan sistem hukum di Indonesia.


    Berikut perwujudan nilai-nilai pancasila dalam bidang politik dan hukum selengkapnya.



    Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila di Bidang Politik & Hukum

    1. Pengembangan Lembaga-Lembaga Negara

    Perwujudan nilai Pancasila dalam pengembangan lembaga-lembaga negara disesuaikan dengan zaman, dikutip dari Buku Siswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan oleh Sri Nurhayati, S.Pd., M.Pd. dan Iwan Muharji, S.Pd., M.Pd.


    Contoh, sebelum era reformasi, MPR adalah lembaga tertinggi negara yang membawahi lembaga tinggi negara seperti DPR, MA, MK, BPK, dan DPA.


    Setelah reformasi, tidak lagi ada lembaga tertinggi negara dan MPR menjadi setara dengan lembaga tinggi negara lainnya. Dengan persamaan kedudukan ini, semua lembaga tinggi negara diharapkan dapat saling mengawasi dan mengoreksi.


    Baca juga:

    Mengenal Lembaga yang Berwenang Melaksanakan Undang-Undang


    Contoh lainnya yakni pembentukan lembaga negara baru dan penghapusan lembaga tinggi negara. DPD untuk badan legislatif, KY untuk memilih hakim dalam badan yudikatif, dan MK sebagai badan kehakiman dibentuk, sementara DPA dihapus sebagai lembaga tinggi negara.


    2. Pengembangan Hak Asasi Manusia sesuai Nilai-Nilai Pancasila

    Saat UUD 1945 diamandemen, pasal-pasal tentang HAM dimasukkan ke dalam dasar negara tersebut pada pasal 28A-28J sebagai perwujudan nilai-nilai Pancasila di kehidupan politik Indonesia. Sebab, sistem politik Indonesia pada dasarnya menjunjung tinggi HAM.


    Seiring peristiwa HAM di Indonesia dan perkembangan zaman, dilahirkan undang-undang baru tentang HAM pada UU No. 39 Tahun 1999 yang disahkan Presiden B.J. Habibie. Undang-undang 11 bab dengan 106 pasal ini diharapkan memenuhi kebutuhan hukum tentang semua masalah HAM yang mungkin terjadi di kemudian hari.


    3. Pengembangan Demokrasi Pancasila di Indonesia

    Pengembangan demokrasi Pancasila sebagai perwujudan nilai-nilai Pancasila di bidang politik dimanifestasikan ke dalam berbagai bentuk. Salah satunya yakni menjunjung pendapat rakyat dalam keputusan politik Indonesia.

    Contohnya yakni berubahnya sistem pemilihan umum di Indonesia yang sejak 1999 memungkinkan rakyat memilih presiden secara langsung di pemilu, tidak lagi dipilih MPR. Sementara itu pada 2004, rakyat juga dapat memilih langsung kepala daerah.


    Pemilihan langsung ini menandakan bahwa Indonesia menjunjung nilai musyawarah dan mufakat sebagaimana menjadi nilai Pancasila. Pemilu juga menjadi tanda bahwa bangsa Indonesia tidak lagi bergantung pada dominasi mayoritas partai atau kelompok tertentu.


    4. Pengembangan Hukum Berdasarkan Pancasila

    Penciptaan sistem hukum nasional berdasarkan Pancasila menjadi salah satu perwujudan nilai-nilai Pancasila di bidang politik dan hukum. Hukum Indonesia bersumber pada nilai-nilai Pancasila sebagai sumber dari segala hukum.



  • Peranan pesantren dalam da'wah Islam

    0

     PERANAN PESANTREN DALAM DA’WAH ISLAM


    Istilah pondok pesantren terdiri dari dua kata yaitu pondok dan pesantren. Pondok berarti tempat tinggal, atau juga berasal dari Bahasa arab funduq yang berarti asrama, Adapun pesantren berasal dari kosakata lokal, yaitu cantrik yang bermakna siswa atau peserta didik.


    Secara istilah, pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan dimana peserta didik tinggal di asrama selama 24 jam untuk melaksanakan proses belajar-mengajar baik pendalaman ilmu agama maupun keterampilan dan kecakapan hidup.


    Suatu tempat bisa dikatakan sebagai pondok pesantren jika setidaknya memiliki 5 unsur yaitu :


    Merupakan unsur yang paling penting suatu pondok pesantren. Seorang kyai atau ulama ini ibaratkan jantung di sebuah pesantren karna dapat berperan sebagai pendiri, pengelola, pengasuh, pemimpin, bahkan bisa juga pemilik sebuah pondok pesantren.


    Adalah tempat utama bagi perkembangan islam sejak awal, karena itu keberadaan masjid tidak bisa diabaikan. Masjid berperan sebagai pusat kegiatan ibadah dan belajar.

  • MUNCULNYA KERAJAAN DEMAK

    0
    MUNCUL NYA KERAJAAN DEMAK 

     Sebelum Demak muncul sebagai kerajaan Islam, wilayahnya masuk dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit, sehingga penduduknya banyak yang menganut agama Hindu atau Buddha. Kerajaan Demak ini didirikan oleh Raden Patah, putra Prabu Brawijaya, penguasa terakhir Kerajaan Majapahit pada sekitar tahun 1478. Raden Patah membangun Kerajaan Demak dengan bantuan para Wali Sanga, termasuk gurunya, Sunan Ampel. Kesultanan Demak terbukti menjadi kerajaan bercorak Islam pertama di Jawa yang mendorong perkembangan Islam yang diajarkan oleh para wali. Pada abad ke-16, Jepara, Kudus, Pati, Juwana, dan Rembang menjadi pusat perniagaan laut dan pelabuhan penting bagi Kerajaan Demak, sehingga memungkinkan penyebaran Islam semakin masif. Keberadaan kerajaan Demak juga membantu para wali untuk mensosialisasikan Islam hingga ke daerah pedalaman hingga di Jawa Tengah bagian selatan. Upaya islamisasi di daerah pedalaman biasanya dilakukan oleh para mubaligh penerus wali yang bersifat lokal. Di antara para wali yang bersifat lokal tersebut adalah Sunan Gesang di Magelang dan Sunan Bayat di Klaten. Pada masanya, rakyat Jawa Tengah dapat hidup makmur dan damai di bawah kekuasaan Kesultanan Demak. Hukum yang diterapkan pada masa itu juga berlandaskan syariat Islam



  • MASA ORDE LAMA

    0

     Orde Lama dalam sejarah politik Indonesia adalah merujuk kepada masa pemerintahan Soekarno yang berlangsung dari tahun 1945 hingga 1966

    Era Orde Lama yang berlangsung selama setidaknya 22 tahun ini, hampir tidak terjadinya pembangunan terkecuali pembuatan sebuah sarana olahraga yang berlokasi di Senayan yang digunakan untuk perhelatan Asian Games IV dan Ganefo atau yang merupakan singkatan dari  games of the news emerging forces merupakan sebuah pesta olahraga yang dibuat dan digagaskan oleh Presiden Soekarno yang memiliki tujuan menyaingi Olimpiade.

    Serta dalam era Orde Lama ini dibangun pula Bendungan Jatiluhur, Pabrik Baja Krakatau Steel. Namun, untuk penyelesaian ketiga sarana ini baru terjadi di era Orde Baru. Dalam era ini juga kita bisa melihat adanya pembangunan Masjid Istiqlal serta Monas atau singkatan dari Monumen Nasional yang merupakan sebuah monumen peringatan kemerdekaan Indonesia.

    Pada tahun 1960 sendiri, adanya rencana pemerintah untuk Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan Tahun, namun rencana tersebut tidak dapat berjalan dengan lancar dikarenakan negara Indonesia sedang mempersiapkan diri untuk berperang melawan Belanda dalam rangka merebut kembali Irian Barat. Selain itu, adanya iklim politik yang tidak kondusif juga menjadi salah satu penyebabnya.

  • MASA ORDE BARU

    0

     Orde Baru (sering kali disingkat Orba) adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Jenderal Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966.[3] Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela.

    Latar belakang

    Meski telah merdeka, Indonesia pada tahun 1950 hingga 1960-an berada dalam kondisi yang relatif tidak stabil.[4] Bahkan setelah Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949, keadaan politik maupun ekonomi di Indonesia masih labil karena ketatnya persaingan di antara kelompok-kelompok politik.[4] Keputusan Soekarno untuk mengganti sistem parlemen dengan Demokrasi Terpimpin memperparah kondisi ini dengan memperuncing persaingan antara angkatan bersenjata dengan Partai Komunis Indonesia, yang kala itu berniat mempersenjatai diri.[4] Sebelum sempat terlaksana, peristiwa Gerakan 30 September terjadi dan mengakibatkan diberangusnya Partai Komunis Indonesia dari Indonesia.[4] Sejak saat itu, kekuasaan Soekarno perlahan-lahan mulai melemah.[5]

    Supersemar dan kebangkitan Jenderal Soeharto

    Kelahiran Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (Supersemar)

    Di kemudian hari, Supersemar diketahui memiliki beberapa versi. Gambar ini merupakan Supersemar versi Presiden.

    Orde Baru lahir dari diterbitkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tahun 1966, yang kemudian menjadi dasar legalitasnya.[3] Orde Baru bertujuan meletakkan kembali tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.[3]

    Kelahiran Supersemar terjadi dalam serangkaian peristiwa pada tanggal 11 Maret 1966. Saat itu, Sidang Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang dipimpin oleh Presiden Soekarno sedang berlangsung.[6] Di tengah-tengah acara, ajudan presiden melaporkan bahwa di sekitar istana terdapat pasukan yang tidak dikenal.[3] Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan sidang kepada Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II Dr. Johannes Leimena dan berangkat menuju Istana Bogor, didampingi oleh Waperdam I Dr Subandrio, dan Waperdam III Chaerul Saleh.[6] Leimena sendiri menyusul presiden segera setelah sidang berakhir.[6]

    Di tempat lain, tiga orang perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Basuki RachmatBrigadir Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud bertemu dengan Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat dan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk meminta izin menghadap presiden.[6] Segera setelah mendapat izin, pada hari yang sama tiga perwira tinggi ini datang ke Istana Bogor dengan tujuan melaporkan kondisi di ibu kota Jakarta meyakinkan Presiden Soekarno bahwa Angkatan Bersenjaya Republik Indonesia, khususnya Angkatan Darat, dalam kondisi siap siaga.[6] Namun, mereka juga memohon agar Presiden Soekarno mengambil tindakan untuk mengatasi keadaan ini.[6]

    Menanggapi permohonan ini, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah yang ditujukan kepada Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, dan stabilitas pemerintahan demi keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia.[6] Perumusan surat perintah ini sendiri dibantu oleh tiga perwira tinggi ABRI, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rachmat, [[Brigadir Jenderal] M. Yusuf, Brigadir Jenderal Amir Machmud, dan Brigadir Jenderal Sabur, Komandan Pasukan Pengawal Presiden Tjakrabirawa.[6] Surat perintah inilah yang kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar.[6]

    Pemberangusan Partai Komunis Indonesia

    Soeharto (1949)

    Sebagai tindak lanjut keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret, Letnan Jenderal Soeharto mengambil beberapa tindakan. Pada tanggal 12 Maret 1966, ia mengeluarkan surat keputusan yang berisi pembubaran dan larangan bagi Partai Komunis Indonesia serta ormas-ormas yang bernaung dan berlindung atau senada dengannya untuk beraktivitas dan hidup di wilayah Indonesia.[6] Keputusan ini kemudian diperkuat dengan Keputusan Presiden/Pangti ABRI ABRI/Mandataris MPRS No.1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966.[7] Keputusan pembubaran Partai Komunis Indonesia beserta ormas-ormasnya mendapat sambutan dan dukungan karena merupakan salah satu realisasi dari Tritura.[7]

    Pada tanggal 18 Maret 1966, Soeharto mengamankan 15 orang menteri yang dinilai tersangkut dalam Gerakan 30 September dan diragukan etika baiknya yang dituangkan dalam Keputusan Presiden No. 5 Tanggal 18 Maret 1966.[7] Ia kemudian memperbaharui Kabinet Dwikora yang disempurnakan dan membersihkan lembaga legislatif, termasuk MPRS dan DPRGR, dari orang-orang yang dianggap terlibat Gerakan 30 September.[7] Keanggotaan Partai Komunis Indonesia dalam MPRS dinyatakan gugur.[7] Peran dan kedudukan MPRS juga dikembalikan sesuai dengan UUD 1945, yakni di atas presiden, bukan sebaliknya.[8] Di DPRGR sendiri, secara total ada 62 orang anggota yang diberhentikan.[7] Letnan Jenderal Soeharto juga memisahkan jabatan pimpinan DPRGR dengan jabatan eksekutif sehingga pimpinan DPRGR tidak lagi diberi kedudukan sebagai menteri.[7]

    Pada tanggal 20 Juni hingga 5 Juli 1955, diadakanlah Sidang Umum IV MPRS dengan hasil sebagai berikut:

    Hasil dari Sidang Umum IV MPRS ini menjadi landasan awal tegaknya Orde Baru dan dinilai berhasil memenuhi dua dari Tritura, yaitu pembubaran Partai Komunis Indonesia dan pembersihan kabinet dari unsur-unsur Partai Komunis Indonesia.[9]

    Selain dibubarkan dan dibersihkan, kader-kader Partai Komunis Indonesia juga dibantai khususnya di wilayah pedesaan-pedesaan di pulau Jawa.[10] Pembantaian ini tidak hanya dilakukan oleh angkatan bersenjata, namun juga oleh rakyat biasa yang dipersenjatai.[10] Selain kader, ribuan pegawai negeri, ilmuwan, dan seniman yang dianggap terlibat juga ditangkap dan dikelompokkan berdasarkan tingkat keterlibatannya dengan Partai Komunis Indonesia.[10] Sebagian diasingkan ke Pulau Buru, sebuah pulau kecil di wilayah Maluku.[11] Sejak pertengahan dekade 1980an, pada tanggal 30 September setiap tahunnya, pemerintah menayangkan film yang menggambarkan Partai Komunis Indonesia sebagai organisasi yang keji.[4]

    Pembentukan Kabinet Ampera

    Dalam rangka memenuhi tuntutan ketiga Tritura, Letnan Jenderal Soeharto dengan dukungan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 membentuk kabinet baru yang diberi nama Kabinet Ampera.[12] Tugas utama Kabinet Ampera adalah menciptakan stabilitas ekonomi dan stabilitas politik, atau dikenal dengan nama Dwidarma Kabinet Ampera.[12] Program kerja yang dicanangkan Kabinet Ampera disebut Caturkarya Kabinet Ampera, yaitu:[12]

    1. memperbaiki perikehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan;
    2. melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti tercantum dalam Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 (5 Juli 1968);
    3. melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966;
    4. melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan antikolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.

    Kabinet Ampera dipimpin oleh Presiden Soekarno, namun pelaksanaannya dilakukan oleh Presidium Kabinet yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto.[12] Akibatnya, muncul dualisme kepemimpinan yang menjadi kondisi kurang menguntungkan bagi stabilitas politik saat itu.[12]

    Soekarno kala itu masih memiliki pengaruh politik, namun kekuatannya perlahan-lahan dilemahkan.[5] Kalangan militer, khususnya yang mendapatkan pendidikan di negara Barat, keberatan dengan kebijakan pemerintah Soekarno yang dekat dengan Partai Komunis Indonesia.[5] Mengalirnya bantuan dana dari Uni Soviet dan Tiongkok pun semakin menambah kekhawatiran bahwa Indonesia bergerak menjadi negara komunis.[5]

    Akhirnya pada 22 Februari 1967, untuk mengatasi situasi konflik yang semakin memuncak kala itu, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal Soeharto.[12] Penyerahan ini tertuang dalam Pengumuman Presiden Mandataris MPRS, Panglima Tertinggi ABRI Tanggal 20 Februari 1967.[12] Pengumuman itu didasarkan atas Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 yang menyatakan apabila presiden berhalangan, pemegang Surat Perintah 11 Maret 1966 berfungsi sebagai pemegang jabatan presiden.[12] Pada 4 Maret 1967, Jenderal Soeharto memberikan keterangan pemerintah di hadapan sidang DPRHR mengenai terjadinya penyerahan kekuasaan.[12] Namun, pemerintah tetap berpendirian bahwa sidang MPRS perlu dilaksanakan agar penyerahan kekuasaan tetap konstitusional.[12] Karena itu, diadakanlah Sidang Istimewa MPRS pada tanggal 7-12 Maret 1967 di Jakarta, yang akhirnya secara resmi mengangkat Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia hingga terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.[12]

    Kebijakan ekonomi

    Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)

    Di awal kekuasaannya, Pemerintah Orde Baru mewarisi kemerosotan ekonomi yang ditinggalkan oleh pemerintahan sebelumnya.[13] Kemerosotan ekonomi ini ditandai oleh rendahnya pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang hanya mencapai 70 dollar AS, tingginya inflasi yang mencapai 65%, serta hancurnya sarana-sarana ekonomi akibat konflik yang terjadi di akhir pemerintahan Soekarno[13]

    Untuk mengatasi kemerosotan ini, pemerintah Orde Baru membuat program jangka pendek berdasarkan Tap. MPRS No. XXII/MPRS/1966 yang diarahkan kepada pengendalian inflasi dan usaha rehabilitasi sarana ekonomi, peningkatan kegiatan ekonomi, dan pencukupan kebutuhan sandang.[14] Program jangka pendek ini diambil dengan pertimbangan apabila inflasi dapat dikendalikan dan stabilitas tercapai, kegiatan ekonomi akan pulih dan produksi akan meningkat.[14]

    Soeharto kemudian memulihkan ekonomi dengan meminjam hutang kembali dan meminta untuk hutang sebelumnya untuk ditangguhkan.[15]

    Mulai tanggal 1 April 1969, pemerintah menciptakan landasan untuk pembangunan yang disebut sebagai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).[14] Repelita pertama yang mulai dilaksanakan tahun 1969 tersebut fokus pada rehabilitasi prasarana penting dan pengembangan iklim usaha dan investasi.[14] Pembangunan sektor pertanian diberi prioritas untuk memenuhi kebutuhan pangan sebelum membangun sektor-sektor lain.[14] Pembangunan antara lain dilaksanakan dengan membangun prasana pertanian seperti irigasi, perhubungan, teknologi pertanian, kebutuhan pembiayaan, dan kredit perbankan.[14] Petani juga dibantu melalui penyediaan sarana penunjang utama seperti pupuk hingga pemasaran hasil produksi.[14]

    Repelita I membawa pertumbuhan ekonomi naik dari rata-rata 3% menjadi 6,7% per tahun, pendapatan perkapita meningkat dari 80 dolar AS menjadi 170 dolar AS, dan inflasi dapat ditekan menjadi 47,8% pada akhir Repelita I pada tahun 1974.[14] Repelita II (1974-1979) dan Repelita III (1979-1984) fokus pada pencapaian pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional, dan pemerataan pembangunan dengan penekanan pada sektor pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.[14] Pada tahun 1984, Indonesia berhasil mencapai status swasembada beras dari yang tadinya merupakan salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia pada tahun 1970-an.[14] Fokus Repelita IV (1984-1989) dan Repelita V (1989-1994), selain berusaha mempertahankan kemajuan di sektor pertanian, juga mulai bergerak menitikberatkan pada sektor industri khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, dan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri.[16]

    Swasembada beras

    Sejak awal berkuasa, pemerintah Orde Baru menitikberatkan fokusnya pada pengembangan sektor pertanian karena menganggap ketahanan pangan adalah prasyarat utama kestabilan ekonomi dan politik.[17] Sektor ini berkembang pesat setelah pemerintah membangun berbagai prasarana pertanian seperti irigasi dan perhubungan, teknologi pertanian, hingga penyuluhan bisnis.[17] Pemerintah juga memberikan kepastian pemasaran hasil produksi melalui lembaga yang diberi nama Bulog (Badan Urusan Logistik).[17]

    Mulai tahun 1968 hingga 1992, produksi hasil-hasil pertanian meningkat tajam.[17] Pada tahun 1962, misalnya, produksi padi hanya mencapai 17.156 ribu ton.[17] Jumlah ini berhasil ditingkatkan tiga kali lipat menjadi 47.293 ribu ton pada tahun 1992, yang berarti produksi beras per jiwa meningkat dari 95,9 kg menjadi 154,0 kg per jiwa.[17] Prestasi ini merupakan sebuah prestasi besar mengingat Indonesia pernah menjadi salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia pada tahun 1970-an.[17]

    Pemerataan kesejahteraan penduduk

    Pemerintah juga berusaha mengiringi pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan kesejahteraan penduduk melalui program-program penyediaan kebutuhan pangan, peningkatan gizi, pemerataan pelayanan kesehatan, keluarga berencana, pendidikan dasar, penyediaan air bersih, dan pembangunan perumahan sederhana.[17] Strategi ini dilaksanakan secara konsekuen di setiap pelita.[18] Berkat usaha ini, penduduk Indonesia berkurang dari angka 60% pada tahun 1970-an ke angka 15% pada tahun 1990-an.[18] Pendapatan perkapita masyarakat juga naik dari yang hanya 70 dolar per tahun pada tahun 1969, meningkat menjadi 600 dolar per tahun pada tahun 1993.[17]

    Pemerataan ekonomi juga diiringi dengan adanya peningkatan usia harapan hidup, dari yang tadinya 50 tahun pada tahun 1970-an menjadi 61 tahun di 1992.[17] Dalam kurun waktu yang sama, angka kematian bayi juga menurun dari 142 untuk setiap 1.000 kelahiran hidup menjadi 63 untuk setiap 1.000 kelahiran hidup.[17] Jumlah penduduk juga berhasil dikendalikan melalui program Keluarga Berencana (KB).[17] Selama dasawarsa 1970-an, laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,3% per tahun. Pada awal tahun 1990-an, angka tersebut dapat diturunkan menjadi 2,0% per tahun.[17]

  • Copyright © - media belajar

    media belajar - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan